Jakarta | Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menilai Indonesia melalui Duta Besar Fadjroel Rachman bisa mempelajari banyak hal dari kesuksesan Kazakhstan dalam memindahkan ibu kota negaranya dari Almaty ke Astana (yang kini berganti nama menjadi Nur-Sultan).
Sejak dibangun pada 1997 dan mulai menjadi ibu kota Kazakhstan pada sekitar 1999, Nur-Sutan kini telah berkembang menjadi kota yang sangat modern di kawasan Asia Tengah.
"Pemerintah Kazakhstan sukses membangun kota kecil bernama Akmola yang pernah dijadikan penjara bagi tahanan pemerintah Soviet, menjadi sebuah ibu kota dengan penataan yang sangat terencana,"ujar Bamsoet usai menerima Duta Besar Indonesia untuk Kazakhstan merangkap Republik Tajikistan Fadjroel Rachman, di Jakarta, Kamis (9/12/21).
Lanjut Bamsoet, Kota Akmola kemudian berganti nama menjadi Astana, dan kini dikenal dengan Nur-Sultan. Ibu kota lamanya, Almaty, terletak jauh di ujung tenggara Kazakhstan. Pemindahan Ibu Kota Negara bukanlah persoalan yang mudah. Melainkan sangat kompleks dan rumit. Untuk itu perlu upaya yang terkonsolidasi dengan baik. Perlu sejumlah hal yang dilakukan secara bertahap.
"Tidak ada salahnya jika Indonesia melalui Duta Besar Fadjroel Rachman, Kita belajar banyak dari keberhasilan Kazakhstan dalam memindahkan ibu kota,"cetusnya
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, Duta Besar Fadjroel Rachman juga bergerak cepat menuntaskan berbagai visi dan misi luar negeri Presiden Joko Widodo. Sebagai sosok yang pernah menjadi Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman tentu sangat memahami bagaimana suasana kebatinan sekaligus perjuangan Presiden Joko Widodo dalam memajukan Indonesia.
"Salah satu hal menjadi konsentrasi Presiden Joko Widodo adalah menjadikan Duta Besar tidak hanya sebagai agen diplomasi, melainkan juga sebagai agen marketing dalam memasarkan berbagai produk UMKM Indonesia. Letak geografi Kazakhstan yang berbatasan langsung dengan Rusia, China, Iran, dan Turki, menjadikannya seperti leader di kawasan Asia Tengah. Indonesia harus bisa memanfaatkannya untuk kemudahan ekspor menuju Eropa," jelas Bamsoet.
Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Keamanan dan Pertahanan KADIN Indonesia ini menerangkan, produk potensial Indonesia yang dapat diekspor ke Kazakhstan antara lain minyak nabati, teh, kopi, coklat, produk makanan, obat-obatan, kosmetik, produk ikan, popok, produk kimia dan, produk petrokimia, produk kayu dan barang turunannya, kertas dan kardus, pakaian, alas kaki, dan kain. Nilai perdagangan Indonesia Kazakhstan pada periode Januari-Oktober 2020 tercatat mencapai 133,504.5 juta USD. Perdagangan kedua negara masih relatif kecil dan belum dapat dilakukan secara langsung, melainkan masih harus melalui negara ketiga.
"Salah satu kendalanya adalah biaya logistik dan transportasi nya sangat tinggi. Karena di Kazakhstan tidak ada pelabuhan laut terbuka serta penerbangan langsung dari Indonesia juga belum ada. Kendala ini juga bisa dilihat sebagai peluang bagi Duta Besar Fadjroel Rachman untuk membuka penerbangan langsung Indonesia - Kazakhstan, baik untuk cargo maupun penerbangan dengan penumpang," pungkas Bamsoet. (**)